Selasa, 03 November 2015 0 komentar

Rahasia Meede: National Treasure a la Indonesia.

Sebenanya sih, buku ini tidak bisa dibilang buku baru. Saya pertama kali membeli buku ini lebih dari lima tahun yang lalu. Waktu itu, masih berstatus sebagai mahasiswa baru Universitas Padjadjaran, saya membelinya dalam kunjungan perdana saya ke pusat perbelanjaan JATOS. Karena ulasannya yang cukup menarik dari para pakar, saya memutuskan untuk mencomotnya dari rak buku di Tisera Jatos. Ditambah lagi dengan desain sampul yang menurut saya sangat keren dengan lambang VOC ditulis besar-besar di tengahnya. Kayaknya sih bukan pembelian yang sia-sia.
                
Sayangnya, ketika pertama kali membelinya saya tidak bisa langsung membacanya dalam sekali sampai tiga kali duduk sebagaimana biasanya ketika saya membeli novel. Entah kenapa, belum ada seperempat jalan saya sudah kehilangan minat sama sekali terhadap novel itu. Mungkin karena ide yang diusung Rahasia Meede masih tergolong sangat berat bagi otak saya yang waktu itu masih polos. Maklum, baru lulus SMA, hehehe
                
Sampai lima tahun kemudian, berstatus sebagai mahasiswa semester dua digit yang belum lulus, perhatian saya kembali tertumbuk pada novel ini. Tadinya sih hanya berniat mencatat dan merapikan kembali buku-buku yang pernah masuk daftar belanja tapi belum selesai terbaca, namun novel ini kembali menerbitkan perasaan yang dulu pernah ada (apaan sih…) ketika melihatnya teronggok pasrah terselip di antara tumpukan buku-buku yang nyaris sama tuanya. Jadilah, akhirnya novel ini kembali terbaca dan terselesaikan dalam beberapa hari. Alhamdulillah...

* * * 

Novel ini ceritanya berpusat pada harta karun peninggalan zaman VOC yang rahasianya terkubur jauh di bawah perut bumi Indonesia. Cathleen Zweinckel, seorang peneliti berkebangsaan Belanda yang tengah menyelesaikan penelitian masternya di Indonesia mengenai harta karun VOC yang hilang, terlibat menjadi korban penculikan yang dilakukan oleh Attar Malaka, tokoh organisasi klandestin Anarki Nusantara yang juga dituduh terlibat atas pembunuhan-pembunuhan tokoh-tokoh masyarakat. Mayatnya diletakkan di tempat-tempat berawalan huruf B. Di tempat lain, seorang prajurit TNI dengan nama sandi Lalat Merah berusaha memecahkan misteri penculikan ini sekaligus meringkus sang Attar Malaka. 

Novel ini bisa dibilang memadukan antara National Treasure-nya Nicholas Cage sama The Da Vinci Code-nya Dan Brown. Sama seperti film National Treasure, novel ini juga melibatkan kisah pencarian harta karun dengan mengumpulkan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan sejarah. Sementara itu, unsur thriller juga sangat kental dengan munculnya peristiwa-peristiwa pembunuhan yang sekilas mengingatkan kepada kisah-kisah Robert Langdon. 

Novel ini juga sangat piawai memadukan fakta-fakta sejarah dengan unsur-unsur fiksi. Pembaca akan dibawa kembali menelusuri Batavia masa VOC, revolusi kemerdekaan, sekaligus berkenalan dengan warna-warni budaya suku-suku Indonesia yang juga ditampilkan dengan sangat apik. Setting budaya dan tempat dalam novel ini memang sangat berwarna-warni. Pembaca akan  sejenak dibawa ke kepulauan Mentawai, Gugusan Kepulauan Pala, hingga Batavia di masa para Gubernur Jenderal berkuasa. 

Penarasian plot dalam novel ini juga penuh kejutan. Identitas karakter-karakter dalam novel ini seringkali ditampilkan dalam bentuk serpih-serpih yang kabur, sehingga pembaca akan diajak terkejut-kejut mengenai penyingkapan di akhirnya. Penuh surprise yang segar.

Selain itu, sisi unik dari novel ini adalah dialog serta deskripsinya yang banyak mengandung sarkasme atau sinisisme yang cukup pedas dalam mengkritik kultur masyarakat Indonesia. Mungkin ini salah satu poin yang tadinya membuat saya cukup jengah dan malas untuk membacanya di awal. 

Singkatnya, tidak berlebihan kalau novel ini disebut menyantak sastra Indonesia. Tidak banyak mungkin pengarang yang mampu memadukan thriller dan historical fiction seasyik ini. 

Syabas!  



       

                  
 
;