Kamis, 03 Maret 2016

Bajrangi Bhaijaan: Ketika Cinta Menerobos Sekat-sekat.

Seandainya seorang gadis cilik bisu yang berbeda agama, suku, ras, atau bangsa dengan engkau tiba-tiba berdiri di ambang pintumu, tersesat dan terpisah jauh dari orangtuanya, maukah engkau menolongnya, bahkan hingga mengantarnya pulang? Menjawab pertanyaan ini, mungkin banyak dari kita akan secara normatif menjawab “Iya dong, pastinya!” meskipun mungkin kenyataannya banyak dari kita yang seringkali enggan menolong hanya karena sekat-sekat prejudis yang timbul dari pelbagai perbedaan di atas. Nah, film ini berkisah tentang seorang laki-laki yang memilih untuk mendobrak sekat-sekat itu dengan menyeberangi perbatasan dua negara demi mengembalikan seorang gadis kecil yang tersesat dan terpisah amat jauh dari kedua orangtuanya.

Tersebutlah Pawan Kumar Chaturvedi (Salman Khan), seorang pria underachiever namun baik hati. Pawan adalah seorang Hindu yang memuja dewa Bajrangbali –atau biasa dikenal dengan dewa Hanoman- dengan ketaatan tanpa cela. Ketaatan pada Bajrangbali inilah yang menjadikannya pria yang sangat lurus dan jujur, pantang berbohong dan berbuat tidak jujur sekalipun. Di tempat lain, seorang gadis lima tahun bernama Shahida Rauf (Harshaali Malhotra) tinggal bersama kedua orangtuanya di perbukitan hijau desa Sultanpur, di daerah Kashmir yang masuk wilayah Pakistan. Dalam usianya yang lima tahun tersebut, Shahida belum bisa berbicara. Ibu Shahida pun memutuskan untuk membawanya berziarah ke makam wali Nizamuddin Awliya di Delhi untuk berdoa memohon agar Tuhan mengaruniakan Shahida kemampuan berbicara (mungkin semacam tradisi tawasulan atau tabarukan di Indonesia).

Cerita mulai bergulir ketika Shahida kecil terpisah dari ibunya dalam perjalanan pulang ke Pakistan. Nasib mempertemukannya dengan Pawan di Kurukshetra, sebuah daerah di India. Pawan yang lembut hati merasa iba dan membawanya ke Delhi bersamanya. Bersama Rasika (Kareena Kapoor Khan) calon istrinya, Pawan merawat Shahida tanpa mengetahui identitas lengkapnya. Setelah mengetahui bahwa Shahida adalah gadis Muslim asal Pakistan, Dayanand (Sharat Saxena), ayah Rasika sekaligus orang yang menampung Pawan selama tinggal di Delhi, menolak untuk mengizinkan Shahida tinggal di rumahnya. Situasi politik kedua negara yang tengah memanas membuat pengurusan visa dan paspor ditutup. Tak ada jalan lain, Pawan pun harus menerobos perbatasan demi mengembalikan Shahida kepada kedua orangtuanya. Ditemani Chand Nawab (Nawazuddin Siddiqui), seorang reporter Pakistan, Pawan Chaturvedi menempuh perjalanan menembus batas serta menghindari kejaran petugas sampai ke Kashmir wilayah Pakistan.

Wikipedia mengklasifikasikan film ini sebagai film drama-comedy. Klasifikasi yang tidak salah, karena memang di sepanjang film cukup banyak adegan-adegan yang mengundang tawa. Contohnya ketika Pawan yang kelewat jujur dan polos meminta izin dari petugas perbatasan setelah menyeberangi pagar besi secara sembunyi-sembunyi lewat terowongan. Belum lagi kelucuan yang timbul akibat perbedaan budaya dan agama, seperti Shahida yang tidak suka kare vegetarian yang disajikan istri Dayanand lari ke rumah tetangga yang beragama Islam demi bisa makan ayam. 

Sisi dramatis dalam film ini juga sangat heart-warming. mengajak kita untuk menerobos sekat-sekat perbedaan yang seringkali merintangi kita untuk sekedar berbuat baik kepada sesama manusia. Tokoh Pawan dalam film ini menggambarkan dengan apik bahwa cinta tidak melulu hadir atas dasar ketertarikan seksual, dan dapat mewujud dengan baik melalui sifat welas asih yang ditunjukkan Pawan kepada Shahida. Welas asih yang tidak memandang sekat-sekat Hindustan atau Pakistan, bersimpuh di masjid atau menunduk kepada patung Bajrangbali di kuil. Welas asih yang universal. 

Khazanah perfilman Bollywood seringkali dipandang sebelah mata oleh makhluk-makhluk Indonesia kelas menengah. Padahal, terkadang muncul juga film-fulm yang setelah menontonnya menyisakan berjuta bahan renungan. Bajrangi Bhaijaan ini salah satunya. Menontonnya membuat kita merenungi dan menelaah kembali mengenai keberagaman, apakah ia menjadi sumber keindahan atau justru menghalangi kita dari melihat rasa kemanusiaan dalam diri orang lain.    

0 komentar:

Posting Komentar

 
;